ZAKAT KEBHINEKAAN

ZAKAT KEBHINEKAAN - secara legal dan konstitusional negara Indonesia tidak memiliki kewenangan secara mutlak untuk mengelola zakat. Konstitusi UUD 1945 dan berbagai macam perundang-undangan tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa negara adalah satu-satunya penyelenggara zakat.


Secara praktek kesejahteraan sosial yang dilakukan Negara RI selama ini, tidak juga menunjukkan bahwa Negara RI adalah negara kesejahteraan (welfare state) yang telah melaksanakannya kewajibannya secara penuh untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya apakah dengan pendekatan institusional ataupun developmental.

Yang terjadi selama ini adalah ketidakjelasan dan tarik ulur kebijakan dan implementasi kesejahteraan sosial. Maka, ketika ada upaya amandemen UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang meletakkan negara sebagai satu-satunya institusi yang berwenang mengelola zakat, maka sungguh tidak jelas apa pijakan filosofis, yuridis, maupun sosiologisnya.

Satu-satunya pijakan sentralisasi pengelolaan ZAKAT KEBHINEKAAN pada negara adalah praktek yang dicontohkan Rasulullah SAW dan para khalifah yang mengumpulkan dan mengelola zakat dalam kapasitas sebagai penguasa. Namun hal inipun tak dapat dijadikan pijakan utama, karena ada khalifah seperti Utsman bin Affan yang mengelola zakat secara partisipatif. Antara lain dengan memberikan peluang pendistribusian zakat oleh para muzakki langsung kepada para mustahik-nya.

ZAKAT KEBHINEKAAN


Tambahan lagi, ZAKAT KEBHINEKAAN Indonesia bukanlah negara Islam dan tidak berkonstitusi Islam kendati pemimpinnya mayoritas Islam, maka sentralisasi zakat oleh negara tidak otomatis dapat dilakukan.

Jalan tengah yang baik, menurut penulis, adalah seperti apa yang dikemukakan oleh  Edi Suharto, bahwa dalam konteks kebijakan sosial yang berkeadilan, peran negara dan masyarakat tidak dalam posisi yang paradoksal melainkan dua posisi yang bersinergi. Benar, bahwa peran negara dalam pelayanan sosial seharusnya diperkuat dan bukannya diperlemah seperti diusulkan kaum neoliberalisme pemuja pasar bebas dan bahwasanya negara adalah pengemban kewajiban utama dalam pelayanan sosial,  namun rakyat juga harus diberi ruang untuk turut berpartisipasi dalam pelayanan sosial, apalagi ketika terbukti negara tak mampu mengemban peran dan kewajiban tersebut.  Terkait dengan pengelolaan zakat, model pelayanan zakat ala Singapura dan Malaysia yang menyuguhkan kolaborasi yang cukup baik antara negara dan masyarakat dapat menjadi salah satu rujukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aqiqah Rawalumbu Bekasi Terbaik

Qurban dan Aqiqah

PAKET AQIQAH MAGELANG 2021